Ekonomi Indonesia Tumbuh 5%, Tapi Gaji Karyawan Hanya Naik 1%! Mengapa?

Ekonomi Indonesia Tumbuh 5%, Tapi Gaji Karyawan Hanya Naik 1%! Mengapa?

Ekonomi Indonesia Tumbuh 5%, Tapi Gaji Karyawan Hanya Naik 1%! Mengapa?

Liga335 daftar – Ekonomi Indonesia Tumbuh 5%, Tapi Gaji Karyawan Hanya Naik 1%! Mengapa?
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sejauh ini belum optimal dalam meningkatkan pendapatan pekerja.

Menurut ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky, selama tujuh tahun terakhir – tepatnya sejak 2017 hingga 2024 – ketika ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata sekitar 5% per tahun di luar periode krisis Covid-19, rata-rata pertumbuhan upah riil per tahun hanya 0,6%.
“Dari 2017 hingga 2024 kemungkinan besar kita tumbuh 5% di luar Covid-19, tapi upah riil hanya naik sekitar 1%,” kata Riefky dalam Podcast LPEM FEB UI, dikutip Kamis (14/8/2025).
Riefky menjelaskan bahwa hal ini mengindikasikan pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut tidak dinikmati oleh para pekerja yang menerima upah, melainkan lebih banyak dinikmati oleh para pemilik modal.

“Jadi kalau pertumbuhan 5%, berarti keuntungannya masuk ke pemilik modal. Ini yang harus diwaspadai. ertanyaan yang paling penting adalah siapa yang sebenarnya diuntungkan dari tingkat pertumbuhan 5% tersebut,” jelasnya.

Rendahnya pertumbuhan upah riil tahunan selama periode ini dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan berbeda dengan periode 2008-2016, ketika pertumbuhan upah riil rata-rata pekerja melebihi pertumbuhan ekonomi, yaitu 6,3% berbanding 5,6%.
Tergerusnya pendapatan riil pekerja sebenarnya telah diidentifikasi oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas pada tahun 2024. Pada saat itu, Bappenas mengungkapkan adanya penurunan daya beli masyarakat yang tercermin dari turunnya pangsa pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposable income) terhadap produk domestik bruto (PDB).

Scenaider Clasein Hasudungan Siahaan, yang saat itu menjabat sebagai Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Bappenas, menyatakan bahwa pangsa pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposable income) terhadap PDB per kapita pada tahun 2023 hanya mencapai 72,7%, melanjutkan penurunan dari 75,3% pada tahun 2020.
Ia menjelaskan bahwa disposable income merupakan jumlah maksimum pendapatan yang tersedia untuk konsumsi setelah dipotong pajak. Dengan kata lain, dari total pendapatan per kapita apita PDB pada tahun 2023, hanya 72,7% yang tersedia untuk konsumsi rumah tangga.

“Proporsi pendapatan yang dapat dibelanjakan pada tahun 2023 sebesar 72,7%,” kata Scenaider dalam rapat kerja dengan Komite IV DPD RI di Jakarta, Senin (2 September 2024).
Lebih lanjut, ia mencatat bahwa rata-rata upah di sektor-sektor dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi masih berada di bawah rata-rata upah nasional yang sebesar Rp3,04 juta, berdasarkan data Sakernas Februari 2024 dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Sektor-sektor yang membayar upah di bawah rata-rata nasional antara lain manufaktur (Rp 3,03 juta), konstruksi (Rp 2,95 juta), pendidikan (Rp 2,84 juta), pengadaan air (Rp 2,69 juta), perdagangan (Rp 2,54 juta), pertanian (Rp 2,24 juta), penyediaan akomodasi dan makan minum (Rp 2,24 juta), dan jasa lainnya (Rp 1,74 juta).

Sementara itu, sektor-sektor yang bukan merupakan lapangan pekerjaan utama cenderung memiliki upah yang lebih tinggi, seperti keuangan dan asuransi (Rp 5,15 juta), pertambangan (Rp 4,94 juta), pengadaan listrik dan gas (Rp 4,85 juta), informasi dan komunikasi (Rp 4,85 juta). nikasi (Rp 4,74 juta), real estat (Rp 4,31 juta), jasa profesional (Rp 3,73 juta), administrasi publik (Rp 3,67 juta), transportasi (Rp 3,63 juta), dan kesehatan (Rp 3,35 juta).
“Kami juga mengidentifikasi sektor-sektor yang menyerap banyak tenaga kerja namun membayar di bawah upah rata-rata nasional,” pungkas Scenaider.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *